Jumah Cerah: Sportivitas Itu Roh Olahraga | Berita Populer Lazismu
Sportivitas Itu Roh Olahraga
"Hai orang-orang beriman, hendaklah kamu menjadi orang yang selalu menegakkan kebenaran karena Allah, menjadi saksi yang adil. Dan jangan sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kelompok mendorong kamu berlaku tidak adil. Berlaku Adillah karena adil lebih dekat kepada taqwa. Dan bertaqwalah kepada Allah Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan." (QS Al Maidah ayat 8)
"Utamakan sportifitas karena sportivitas adalah roh olahraga," Demikian bunyi sebuah baliho di bundaran Tol Waru, perbatasan Surabaya-Sidoarjo yang dibuat Muhammadiyah Jawa Timur menyambut Pon XV di Surabaya. Artinya jika sikap sportif sudah lepas dari olahraga, maka olahraga itu telah kehilangan rohnya dan sesuatu yang telah kehilangan roh, kehilangan nyawa, akan muncul bau busuk di sana.
Makna Spot memang lebih luas daripada sekadar menggerakkan badan dan memeras keringat. Di dalam Sport ada etika, moral, dan sikap Kesatria. Melalui Sport orang dilatih bersikap kesatria, bisa menerima kekalahan dengan senyum Dan meraih kemenangan tanpa menjegal. Itulah sebabnya sportivitas menjadi roh dalam olahraga.
Tetapi dewasa ini masih bisakah orang berharap dapat menikmati olahraga dengan aroma yang harum karena ada roh sportivitas di dalamnya? Kita berharap masih bisa, tetapi mungkin ada yang meragukan, bahkan mengejeknya. Sudah sering bau busuk muncul dari arena pertandingan dan lomba.
Sport kini seakan mengalami krisis etika. Main sogok, doping, obat perangsang bukan lagi berita baru, bahkan konon Main dukun pun sudah masuk jauh ke tengah arena pertandingan. Semua dilakukan tanpa malu. Hati kita menggugat dan menjerit Mengapa semua ini bisa terjadi? Apakah etika dan sikap kesatria telah menjadi barang rongsokan yang dibuang ke tong sampah? Keinginan menjadi pemenang mengalahkan segalanya?
Langit dunia olahraga kita belum cerah. Pertandingan demi pertandingan belum punya nilai jual. Sponsor enggan berpartisipasi karena atlet kita miskin prestasi. Para pengurus maupun pendukung mudah bertikai. Maka prestasi menjadi terbengkalai. Beberapa kali olahraga kita mendapat peringatan internasional karena melanggar aturan main atau sepertivitas. Peringatan itu harus menjadi pelajaran berharga.
Melalui PON yang diselenggarakan dengan biaya miliaran rupiah di tengah kondisi ekonomi masih terpuruk, kita berharap citra olahraga kita bisa diperbaiki. Kita berharap tidak ada yang membonceng olahraga untuk kepentingan pribadi atau menjadikan sebagai sapi perah. Tidak ada atlet bermental rapuh gampang kena sogok, kena obat perangsang, terlibat narkoba, dan tidak disiplin.
Kita berharap para wasit menjadi penegak keadilan yang cakap, Para pengurus tidak menggunakan like and dislike dalam pembinaan atlet. Para suporter tidak beringas dan bandha nekat. Bisakah mimpi indah ini menjadi kenyataan?
Dunia olahraga kita harap menjadi tempat berkumpulnya orang-orang ksatria, yang ingin menang dengan bersih sekaligus siap menerima kekalahan dengan senyuman. Bukan kumpulan orang-orang emosional, licik, suka menggunting dalam lipatan, mencari kambing hitam, dan menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan.
Aturan Main
Boleh jadi keadaan dalam dunia olahraga merupakan pantulan dari kehidupan yang lebih luas. Ketika ada wasit berlaku miring, boleh jadi di luar arena pertandingan ada penegak hukum sudah lama menjadikan keadilan sebagai barang mainan. Ketika dana olahraga ada yang diselewengkan, mungkin di luar arena telah terjadi penyelewengan uang negara lebih besar lagi.
Ketika banyak atlet kehilangan sikap sportifnya, boleh jadi kehidupan kita sudah lama kehilangan etika berganti dengan rekayasa, intrik, dan kelicikan. Ketika dalam olahraga terjadi main sogok, maka main sogok yang lebih dahsyat juga terjadi dalam kehidupan nyata.
Tetapi kondisi kelabu semacam itu tidak bisa dijadikan alasan dunia olahraga ikut hanyut. Justru dunia olahraga bersama organisasi kerohanian bisa menjadi titik api yang menyiarkan harapan perbaikan.
Betapa pun kecilnya, titik-titik nyala api pencerahan itu tidak boleh padam. Ketika etika dan sikap Kesatria tidak lagi bisa ditemukan dalam olahraga, maka kita telah kehilangan salah satu sumber pendidikan moral, karena dari olahraga orang bisa belajar banyak tentang etika dan moral.
Etika, moralitas, dan sikap Kesatria bisa kita bangun melalui kepatuhan pada aturan main. Itulah yang harus ditegakkan para Wasit dan dijunjung tinggi Insan olahraga. Wasit yang tegas dan adil merupakan pilar utama tegaknya sportivitas.
Tanpa bermaksud memuji-muji negara lain, di negara yang memiliki kepastian hukum nyata, wasit olahraga juga tegas dan berwibawa. Ia menjadi payung keadilan dalam pertandingan. Boleh jadi dalam satu kemelut di lapangan dia pernah mengambil keputusan yang kurang tepat. Itu terjadi karena keterbatasan dia sebagai manusia, bukan karena kesengajaan ingin main-main dengan aturan atau karena menerima sogokan.
Tegaknya aturan main, tegaknya keadilan, sikap tegas penegak hukum merupakan sumber utama segala kebaikan. Dalam istilah agama disebut takwa. Mungkin seorang penegak hukum dan Wasit, sebagai manusia, pernah dalam hati kecilnya bersimpati pada salah satu kelompok, tetapi subjektivitas itu jangan sampai mengorbankan sikap adilnya. Allah berfirman sebagaimana dikutip pada awal tulisan ini:
"Hai orang-orang beriman, hendaklah kamu menjadi orang yang selalu menegakkan kebenaran karena Allah, menjadi saksi yang adil. Dan jangan sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kelompok mendorong kamu berlaku tidak adil. Berlaku Adillah karena adil lebih dekat kepada taqwa. Dan bertaqwalah kepada Allah Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan." (QS Al Maidah ayat 8)
Sikap sportif tidak hanya harus disandang atlet tetapi juga oleh setiap orang. Sportivitas tidak hanya dibutuhkan dalam dunia olahraga tetapi dalam semua segi kehidupan.
Jadi kesatria harus tumbuh pada setiap orang. Patuh pada aturan, rendah hati ketika sukses, mengakui kelebihan orang lain, menyadari kelemahan diri sendiri, siap menanggung risiko dari pilihan yang diambil. Semua itu bagian dari jiwa kesatria.
Sportifitas tidak mungkin dibangun dalam sekejap. Ia merupakan proses panjang tiap orang untuk menguatkan mentalnya, kemudian menjadi sikap pribadi. Karena itu menciptakan suasana yang kondusif untuk tumbuhnya sportivitas menjadi sangat penting. Manusia dipengaruhi lingkungan yang diciptakannya sendiri.
Negeri ini sudah lama terluka oleh menipisnya sportivitas. Rakyat sudah letih terombang-ambing oleh ketidakpastian hukum. Semoga luka itu sedikit terobati ketika hari-hari ini kita menyaksikan para atlet berlaga dengan sportif dan penuh kesungguhan.
Sepertivitas adalah roh olahraga. Jika olahraga kehilangan seportivitasnya, maka yang muncul bau busuknya.
Komentar
Posting Komentar