Konsultasi Agama: Apakah Ada Tuntunan Puasa Di Bulan Rajab | Berita Populer Lazismu
Apakah Ada Tuntunan Puasa Di Bulan Rajab ?
Pertanyaan:
Assalamu’alaikum
warahmatullohi wabarakatuh.
Pak
ustadz, akhir-akhir ini banyak orang yang berpuasa di awal bulan Rajab. Saya
ingin bertanya, apakah ada tuntunannya dari Rasululloh puasa hanya di awal
bulan Rajab atau hanya beberapa hari saja di bulan Rajab? Mohon penjelasan !
Dari
jama’ah pengajian masjid Arif Rahman Hakim Jl. Kanser no.2 Surabaya.
Jawaban:
Wa’alaikumussalam
warahmatullohi wabarakatuh.
Penanya
yang budiman, jika yang saudara/bapak tanyakan berkaitan dengan puasa khusus di
bulan Rajab, maka para ulama akan kesulitan untuk menemukan dalil khusus
tentang anjuran puasa di bulan Rajab atau dalam bahasa lainnya tidak ada
keterangan khusus tentang puasa di bulan
Rajab, kalaupun ada haditsnya, para ulama mengatakan hadits-haditsnya
kebanyakan dha’if (lemah) dan bahkan sampai pada derajat maudhu’ (palsu). Jadi hadits-haditsnya tidak
layak untuk dijadikan sandaran tuntunan
(dalil) mengkhususkan puasa di bulan Rajab.
Berikut ini beberapa
hadits puasa Rajab yang derajatnya Dha’if (lemah) dan Maudhu (palsu)’. Perlu menjadi
catatan, hadits yang ditampilkan di sini tidaklah semuanya. Masih banyak lagi
hadits Dha’if dan Maudhu’ tentang
puasa Rajab yang disebutkan dalam berbagai kitab hadits.
Dari Harun bin
‘Intarah, dari ayahnya, dari Ali bin Abi Thalib radhiyallohu anhu berkata, Rasululloh shallallohu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إنّ شَهرَ رجبٍ شهرٌ
عظيمٌ مَنْ صامَ مِنهُ يَوماً كَتبَ اللهُ لَه صومَ أَلْفِ سَنَةٍ وَمَنْ صامَ
يَومَيْنِ كَتَبَ الله له صيامَ أَلْفَيْ سَنَةٍ وَمَنْ صام ثلاثةَ أيّامٍ كَتب
الله له صيامَ ثلاثةِ ألفِ سَنة ومَن صامَ مِن رجبٍ سَبعةَ أيّامٍ أُغْلِقَتْ عنه
أبوابُ جهنّمَ وَمَن صامَ مِنهُ ثَمانِيَةَ أيّامٍ فُتِحَتْ له أبوابُ الْجَنّةِ
الثّمانِيةُ يَدخُلُ مِن أَيِّها يَشَاءُ وَمَنْ صَامَ مِنْهُ خَمْسَ عَشَرَ
يَوْماً بُدِلَتْ سَيِّئَاتُهُ حَسَنَاتِ وَنَادَى مُنَادٍ مِنْ السَّمَاءِ قَدْ
غَفَرَ اللهُ لَكَ فَاسْتَأْنَفَ الْعَمَلُ زَادَ زَادَهُ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ
“Sesungguhnya bulan
Rajab adalah bulan yang agung, siapa saja yang puasa satu hari di bulan
tersebut, Alloh menetapkan untuknya puasa seribu tahun. Dan barangsiapa puasa
dua hari, Alloh tetapkan baginya puasa dua ribu tahun. Dan barangsiapa puasa
tiga hari, Alloh tetapkan baginya puasa tiga ribu tahun. Dan barangsiapa tujuh
hari di bulan Rajab, Alloh tutupkan baginya pintu Jahannam. Barangsiapa puasa
delapan hari, Alloh bukakan baginya delapan pintu Jannah yang dia bebas masuk
dari pintu manapun. Barang siapa puasa 15 hari, Alloh akan mengganti
keburukannya dengan kebaikan lalu seruan dari langit terdengar, ‘Alloh telah
mengampunimu, maka amalan itu terus bertambah, dan Alloh akan terus
menambahnya.’”
Hadits puasa Rajab ini
juga diriwayatkan dari Abu Said al-Khudhri radhiyallohu anhu. Sebagian ada yang menambahkan lafadh,
وَ فِي رَجَبٍ حَمَلَ
اللهُ نُوْحًا فِي السَّفِيْنَةِ فَصَامَ رَجَب وَأَمَرَ مَنْ مَعَهُ أَنْ يَصُوْمُوا
فَجَرَتْ بِهِمْ السَّفِيْنَةَ سَبْعَةَ أَشْهُرٍ أَخِرُ ذَلِكَ يَوْمُ
عَاشُوْرَاءَ أَهْبَطَ عَلَى الجُوْدِي فَصَامَ نُوْح وَمَنْ مَعَهُ وَالْوَحْشُ
شُكْرًا للهِ عَزَّ وَجَلَّ، وَفِي يَوْمِ عَاشُورَاءَ فَلَقَ اللهُ الْبَحْرَ
لِبَنِي إِسْرَائِيْلَ، وَفِي يَوْمِ عَاشُوْرَاءَ تَابَ اللهُ عَزَّ وَجَلَ عَلَى
آدَمَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَعَلَى مَدِيْنَةِ يُوْنُس، وَفِيْهِ
وُلِدَ إِبْرَاهِيْمُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
“Dalam bulan Rajab, Alloh membawa Nuh dalam sebuah kapal. Lalu
dia puasa Rajab dan memerintahkan orang-orang yang bersamanya untuk puasa.
Kemudian berjalanlah tujuh bulan yang akhirnya adalah hari ‘Asyura. Maka dia
turun ke bukit Judiy, lalu Nuh dan orang-orang yang bersamanya serta binatang
buas puasa sebagai tanda syukur pada Allah Azza wa Jalla. Pada hari Asyura
Allah membelah lautan untuk bani Israil, pada hari Asyura Allah menerima taubat
Adam dan penduduk kota Yunus, dan pada hari itu dilahirkannya Ibrahim.”
Hadits puasa Rajab ini
derajatnya Maudhu’.
Para ulama hadits tidak ragu bahwa hadits ini bukan perkataan Rasululloh shallallohu ‘alaihi wa sallam.
Tentang perawinya, Abu
Hatim bin Hibban menyatakan, “Tidak boleh berargumentasi dengan hadits yang
diriwayatkan oleh Harun.
Sebab ia dikenal
banyak meriwayatkan perkataan munkar sampai-sampai hati para pendengarnya
terpengaruh seolah-olah apa yang ia sampaikan adalah benar.
Asy-Syaukani berkata,
“Hadits itu diriwayatkan oleh Ibnu Syahin dari Ali secara marfu’.
Dalam kitab Al-La-ali’ al-Mashnu’ah fil Ahadits al-Maudhu’ah disebutkan,
“Hadits itu tidak shahih, Harun bin Intrah dikenal meriwayatkan hadits munkar.”
Al-Haitsami
mengatakan, “Hadits itu diriwayatkan oleh Ath-Thabarani dalam kitab Al-Kabir.
Di dalamnya ada perawi Abdul Ghafur, di adalah perawi yang matruk.” (Majma’uz Zawa-id, 3/433 no 5132)
Hadits tersebut
diriwayatkan juga oleh Abu Bakar an-Niqash, dari Ahmad bin al-Abbas
ath-Thabari, dari al-Kasa-i, dari Abi Mu’awiyah, dari al-A’masy, dari Ibrahim,
dari Alqamah, dari Abu Said Al-Khudhri. (Tabyinul ‘Ajab bi ma Warada fi
Syahri Rajab, 41, Al-Fawa-id al-Majmu’ah fil Ahadits al-Maudhu’ah,
no. 40)
Syaikh Nashiruddin
al-Albani juga menghukumi hadits tersebut dengan maudhu’. (Silsilah adh-Dha’ifah, 5413, Al-Maudhu’at,
2/119, Al-La-ali’ al-Mashnu’ah fil Ahadits al-Maudhu’ah,
2/115, Tazihusy Syari’ah, 2/152, Mizanul I’tidal, no.
5540)
Ada sebuah
riwayat lagitentang hadits puasa Rajab ,
مَن صامَ يوماً مِن رجب
كانَ كَصِيامِ سَنةٍ، ومن صام سَبعةَ أيّامٍ غُلِّقَتْ عَنهُ أبوابُ جَهَنّمَ ومَن
صامَ ثَمانِيةَ أيّامٍ فُتِحَتْ لَه ثَمَانِيةُ أبوابِ الْجَنّةِ وَمن صامَ
عَشْرَةَ أيّامٍ لَمْ يَسْأَلِ اللهَ شيئاً إلاّ أعطاهُ اللهُ ومَن صامَ خَمسةَ
عَشَرَ يوماً نَادى مُنادٍ فِي السّماءِ قَدْ غُفِرَ لَكَ مَا سَلَفَ
“Barangsiapa puasa
sehari di bulan Rajab maka itu seperti puasa setahun penuh. Barangsiapa puasa
tujuh hari, ditutupkan baginya pintu Jahannam. Barangsiapa puasa delapan hari,
dibukakan baginya pintu jannah. Barangsiapa puasa sepuluh hari, Alloh tidak ada
permintaan apapun kecuali Allah beri. Barangsiapa puasa 15 hari, akan muncul
seruan dari langit, ‘Telah diampuni dosa di masa lalumu.”
Dalam riwayat lain
juga disebutkan, dari Abu Dzar ia berkata, Rasululloh shallallohu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ صَامَ يَوْماً
مِنْ رَجَبٍ عَدَلَ صِيَامَ شَهْرٍ وَمَنْ صَامَ مِنْهُ سَبْعَةَ أَيَّامٍ
غُلِقَتْ عَنْهُ أَبْوَابُ الْجَحِيْمِ السَّبْعَةِ وَمَنْ صَامَ مِنْهُ
ثَمَانِيَةَ أَيَّامٍ فُتِحَتْ لَهُ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ الثَّمَانِيَةِ وَمَنْ
صَامَ عَشَرَ أَيَّامٍ بَدَلَ اللهُ سَيِّئَاتَهُ حَسَنَاتِ وَمَنْ صَامَ
ثَمَانِيَةَ عَشَرَ نَادَى مُنَادٍ قَدْ غَفَرَ اللهُ لَكَ مَا مَضَى
فَاسْتَأْنَفَ الْعَمَلُ
“Barangsiapa puasa
sehari di bulan Rajab, itu setara dengan puasa selama sebulan. Dan barangsiapa
puasa tujuh hari, ditutupkan baginya pintu Neraka Jahim yang jumlahnya tujuh.
Dan barangsiapa puasa delapan hari, dibukakan baginya pintu Jannah yang
jumlahnya delapan. Dan barangsiapa puasa sepuluh hari, Alloh mengganti
keburukannya dengan kebaikan. Barangsiapa puasa delapan belas hari, seseorang
akan berseru, “Alloh telah mengampunimu, lalu lanjutkanlah beramal.”
Hadits puasa Rajab ini
derajatnya maudhu’.
Di dalam sanadnya terdapat perawi bernama Al-Furat bin As-Sa-ib, dia status
riwayatnya matruk. Ibnu Hajar dalam kitab Amaliyat menyebutkan
bahwa para Ulama hadits sepakat akan kedha’ifan
riwayat dari Furat bin as-Sa-ib. Risydin bin Saad dan Al-Hakam bin Marwan,
keduanya juga dha’if
periwayatannya. (Al-Fawaid al-Majmu’ah,
no. 41, 1/101)
Hadits itu
diriwayatkan juga oleh al-Hakam bin Marwan, dari Furat bin Sa-ib, dari Maimun
bin Mihran. Ada pula yang mengatakan dari Ibnu Abbas, sebagai ganti Abu Dzar,
dikeluarkan oleh al-Hafidh Abu Abdulloh al-Husain bin Fathawaih, dari Ibnu
Syaibah, dari Saif bin Mubarak, Risydin dan Al-Hakam keduanya adalah matruk. (Tabyinul Ajab bi ma warada
fi Syahri Rajab, 58)
Syaikh Nashiruddin
al-Albani mengatakan, ‘Maudhu’.’
(Silsilah adh-Dha’ifah, no. 5413)
Dari Utsman bin
Affan radhiyallohu ‘anhu bin
Mathar, dari Abdul Ghafur bin Abdul Aziz, dari ayahnya, ia berkata, Rasululloh shallallohu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ صَامَ مِنْ رَجَبٍ
يَوْماً كَانَ كَسَنَةٍ
مَنْ صَامَ مِنْ رَجَبٍ
يَوْمًا كُتِبَ لَهُ صَوْمٌ أَلْفَ سَنَةٍ، وَمَنْ صَامَ مِنْهُ يَوْمَيْنِ كُتِبَ
لَهُ صَوْمٌ أَلْفَيْ سَنَةٍ
“Barangsiapa puasa
sehari di bulan Rajab ditetapkan baginya puasa seribu tahun. Dan barangsiapa
puasa dua hari di bulan Rajab maka ditetapkan baginya puasa dua ribu tahun.”
Hadits puasa Rajab ini
derajatnya Dha’if. Dalam hadits tersebut terdapat dua perawi yang majhul (tidak diketahui jati dirinya).
Hadits ini diriwayatkan juga oleh Abdul Malik bin Harun.
Ibnu Hajar
menyebutkan, Shalih bin Muhammad mengatakan bahwa kebanyakan hadits yang
diriwayatkannya adalah dusta (kidzb), Harun, bapaknya tsiqah, sementara Ya’kub
bin Sufyan menagnggapnya dha’if. Al-Harbi dan lainnya mengatakan, lebih tsiqah darinya.
Disebutkan pula dalam Al-Madkhal, dia meriwayatkan dari bapaknya
banyak hadits maudhu’. As-Saji, al-‘Uqaili,
Ibnu al-Jarud, dan Ibnu Syahin juga menyebutkan demikian dalam (Adh-Dhu’afa’./
Lisanul Mizan, 4/72)
Asy-Syaukani sendiri
juga mengklasifikasikan hadits tersebut sebagai hadits maudhu’. (Al-Fawa-id al-Majmu’ah,
no. 40)
Diriwayatkan dari Ibnu
Abbas radhiyallohu ‘anhuma ia
berkata, Rasululloh shallallohu
‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ صَامَ يَوْماً
مِنْ رَجَبٍ وَصَلَّى فِيْهِ أَرْبَعَ ركَعَاتِ يَقْرَأُ فِي أَوَّلِ رَكْعَةٍ
مِائَةَ مَرَّةٍ آيَةَ الْكُرْسِي، وَفِي الركْعَةِ الثَّانِيَةِ قُلْ هُوَ اللهُ
أَحَد مِائَةَ مَرَّةٍ لَمْ يَمُتْ حَتَّى يَرَى مَقْعَدَهُ مِنُ الْجَنَّةَ أَوْ
يَرَى لَهُ
“Barangsiapa puasa
satu hari di bulan Rajab dan shalat empat rakaat, di rakaat pertama baca ‘ayat
Kursiy’ seratus kali dan di rakaat kedua baca ‘surat al-Ikhlas’ seratus kali,
maka dia tidak mati hingga melihat tempatnya di Surga atau diperlihatkan
kepadanya (sebelum ia mati).”
Hadits puasa Rajab ini
derajatnya Maudhu’.
Al-Hafidh mengatakan, “Ini adalah hadits maudhu’ yang mayoritas perawinya adalah majhul, sementara
salahsatu perawinya yang bernama ‘Utsman statusnya matruk di
hadapan para ahli Hadits. (Tabyinul ‘Ajab bi ma warada fi syahri Rajab,
51)
Asy-Syaukani berkata,
“Itu adalah hadits Maudhu’ dan
kebanyakan perawinya majhul.”
(Al-Fawa-id al-Majmu’ah fil Ahadits al-Maudhu’ah, no. 105)
Dari Ibnu
Abbas radhiyallohu ‘anhuma ia
berkata, Rasululloh shallallohu
‘alaihi wa sallam bersabda,
وَمَنْ صَامَ يَوْمًا
مِنْ شَهْرِ رَجَبٍ كَتَبَ اللهُ لَهُ بِكُلِّ يَوْمٍ شَهْراً، وَمَنْ صَامَ
أَيَّامَ العَشَرِ كَانَ لَهُ بِكُلِّ يَوْمٍ حَسَنَةً
“Barangsiapa puasa
sehari di bulan Rajab maka Alloh tetapkan baginya setiap hari seperti setiap
bulan. Dan barangsiapa puasa sepuluh hari maka baginya setiap hari seperti satu
tahun.”
Hadits puasa Rajab ini
derajatnya Munkar. Pentahqiq kitab Fadha-il Syahri Rajab mengatakan,
“Sebab kemunkaran hadits ini karena Ibrahim bin Abi Habbatil Yasa’ bin
al-Asy’ats statusnya matruk.” Imam Al-Bukhari mengatakan hadits
ini munkar. Imam an-Nasa-i
mengatakan dha’if.
Ad-Daruquthni mengatakan matruk.
Diriwayatkan dari Ibnu
Abbas radhiyallohu ‘anhuma,
صَوْمُ أَوَّلِ يَوْمٍ
مِنْ رَجَبٍ كَفَّارَةٌ ثَلَاثَ سِنِيْنَ، وَالثَّانِي كَفَّارَةٌ سِنْتَيْنِ،
وَالثَّالِثُ كَفَّارَةٌ سَنَةً ثُمَّ كُلُّ يَوْمٍ شَهْراً
“Berpuasa di hari pertama
bulan Rajab adalah penebus (dosa) selama tiga tahun, di hari kedua adalah
penebus dua tahun dan di hari ketiga adalah penebus satu tahun, kemudian setiap
satu hari (setelah itu) penebus satu bulan.”
Hadits puasa Rajab ini
derajatnya Dha’if. Syaikh Nashiruddin al-Albani melemahkan hadits ini. (Dha’if
al-Jami’, no. 3500, Mausu’ah al-Ahadits wal Atsar Adh-Dha’ifah wal
Maudhu’ah, no. 13407)
Dalam sebuah riwayat
lain juga disebutkan,
صَوْمُ أَوَّلِ يَوْمٍ
مِنْ رَجَبٍ كَفَّارَةٌ سِنْتَينِ، وَالثَّالِثُ كَفَّارَةٌ سَنَةً، ثُمَّ كُلُّ
يَوْمٍ شَهْراً
“Puasa hari pertama di
bulan Rajab menjadi kafarat selama dua tahun, dan puasa di hari ketiga menjadi
kafarat selama setahun, lalu setelah itu setiap hari (menjadi kafarat) selama
sebulan.”
Hadits puasa Rajab ini
derajatnya Dha’if (Al-Kasyful Ilahi, no. 490, Mausu’ah
al-Ahadits wal Atsar Adh-Dha’ifah wal Maudhu’ah, no. 13408, Dha’if
al-Jami’, no. 3500)
Demikian beberapa
riwayat hadits dha’if dan maudhu‘ yang memuat seputar keutamaan
bulan Rajab dan puasa di bulan tersebut.
Bahkan
Imam Ibnu Hajar As-Atsqalani mempertegas, tidak ada satupun hadits yang
mencapai derajat hasan atau shahih,
Ibnu
Hajar mengatakan, “Tidak terdapat riwayat yang sahih yang layak dijadikan
dalil tentang keutamaan bulan Rajab, tidak pula riwayat yang shahih tentang
puasa rajab, atau puasa di tanggal tertentu bulan Rajab, atau shalat tahajud di
malam tertentu bulan rajab. Keterangan saya ini telah didahului oleh keterangan
Imam Al-Hafidh Abu Ismail Al-Harawi.” (Tabyinul Ajab bi Ma Warada fi Fadli
Rajab, hlm. 6)
Penjelasann
yang sama disampaikan oleh Syaikhul Islam
Ibnu Taimiyah mengatakan, “Adapun mengkhususkan bulan Rajab dan Sya’ban untuk
berpuasa pada seluruh harinya atau beri’tikaf pada waktu tersebut, maka tidak
ada tuntunannya dari Nabi shallallohu ‘alaihi wa sallam dan
para sahabat mengenai hal ini.Juga hal ini tidaklah dianjurkan oleh para ulama
kaum muslimin.Bahkan yang terdapat dalam hadits yang shahih (riwayat Bukhari
dan Muslim) dijelaskan bahwa Nabi shallallohu ‘alaihi wa
sallam biasa banyak berpuasa di bulan Sya’ban. Dan beliau dalam setahun
tidaklah pernah banyak berpuasa dalam satu bulan yang lebih banyak dari bulan
Sya’ban, jika hal ini dibandingkan dengan bulan Ramadhan.
Adapun melakukan puasa khusus di bulan Rajab,
maka sebenarnya itu semua adalah berdasarkan hadits yang seluruhnya dha’if
(lemah) bahkan maudhu’ (palsu). Para ulama tidaklah pernah menjadikan
hadits-hadits ini sebagai sandaran.Bahkan hadits-hadits yang menjelaskan
keutamaannya adalah hadits yang maudhu’ (palsu) dan dusta.”(Majmu’ Al Fatawa,
25
Sedangkan perintah Nabi shallallohu
‘alaihi wa sallam untuk berpuasa di bulan-bulan haram yaitu bulan Rajab,
Dzulqa’dah, Dzulhijjah, dan Muharram, maka ini adalah perintah untuk berpuasa
pada empat bulan tersebut dan beliau tidak mengkhususkan untuk berpuasa pada
bulan Rajab saja. (Lihat Majmu’ Al Fatawa, 25/291)
Keterangan
yang sama juga disampaikan oleh Imam Ibnu Rajab. Dalam kitabya yang mengupas
tentang amalan sepanjang tahun, yang berjudul Lathaiful Ma’arif,
beliau menegaskan tidak ada shalat sunah khusus untuk bulan Rajab, “Tidak
terdapat dalil yang sahih tentang anjuran shalat tertentu di bulan Rajab.Adapun
hadits yang menyebutkan keutamaan shalat Raghaib (shalat sunnat khusus
yang dilakukan pada malam Jum’at pertama di bulan Rajab) adalah hadits dusta,
bathil, dan tidak sahih.Shalat Raghaib adalah bid’ah, menurut mayoritas
ulama.” (Lathaiful Ma’arif, hlm. 213)
Imam Ahmad mengatakan, “Sebaiknya seseorang
tidak berpuasa (pada bulan Rajab) satu atau dua hari.
”Imam Asy Syafi’i mengatakan, “Aku tidak suka jika ada orang yang
menjadikan menyempurnakan puasa satu bulan penuh sebagaimana puasa di bulan
Ramadhan.”Beliau berdalil dengan hadits ‘Aisyah yaitu ‘Aisyah tidak pernah
melihat Rasululloh shallallohu ‘alaihi wa sallam berpuasa sebulan
penuh pada bulan-bulan lainnya sebagaimana beliau menyempurnakan berpuasa
sebulan penuh pada bulan Ramadhan. (Lathaiful Ma’arif, hl;m.215)/290-291)
Terkait
masalah puasa di bulan Rajab, Imam Ibnu Rajab juga menegaskan, “Tidak ada satu
pun hadits sahih dari Nabi shallallohu ‘alaihi wa sallam tentang keutamaan
puasa di bulan Rajab secara khusus. Hanya terdapat riwayat dari Abu Qilabah,
bahwa beliau mengatakan, ‘Di surga terdapat istana untuk orang yang rajin
berpuasa di bulan Rajab.’Namun, riwayat ini bukan hadits.Imam Al-Baihaqi
mengomentari keterangan Abu Qilabah, ‘Abu Qilabah termasuk tabi’in
senior.Beliau tidak menyampaikan riwayat itu, melainkan hanya kabar tanpa
sanad.’ Riwayat yang ada adalah riwayat yang menyebutkan anjuran puasa di bulan
haram seluruhnya” (Lathaiful Ma’arif, hlm. 213)
Keterangan
Ibnu Rajab yang menganjurkan adanya puasa di bulan haram, ditunjukkan dalam
hadits dari Mujibah Al-Bahiliyah dari bapaknya atau pamannya, Al-Bahili.
Sahabat Al-Bahili ini mendatangi Nabi shallallohu ‘alaihi wa sallam, setelah
bertemu dan menyatakan masuk islam, beliau kemudian pulang kampungnya. Satu
tahun kemudian, dia datang lagi menemui Rasululloh shallallohu ‘alaihi wa
sallam.
“Ya
Rasululloh, apakah anda masih mengenal saya.” Tanya Kahmas,
“Siapa
anda?” tanya
Rasululloh shallallohu ‘alaihi wa sallam.
“Saya
Al-Bahili, yang dulu pernah datang menemui anda setahun yang lalu.” Jawab
sahabat
“Apa
yang terjadi dengan anda, padahal dulu anda berbadan segar?” tanya
Nabi shallallohu ‘alaihi wa sallam.
“Saya
tidak pernah makan, kecuali malam hari, sejak saya berpisah dengan anda.”Jawab
sahabat.
Menyadari
semangat sahabat ini untuk berpuasa, Nabi shallallohu ‘alaihi wa sallam menasehatkan,
لِمَ عَذَّبْتَ نَفْسَكَ، صُمْ شَهْرَ الصَّبْرِ، وَيَوْمًا مِنْ
كُلِّ شَهْرٍ
Mengapa
engkau menyiksa dirimu.Puasalah di bulan sabar (ramadhan), dan puasa sehari
setiap bulan.
Namun
Al-Bahili selalu meminta tambahan puasa sunah,
“Puasalah
sehari tiap bulan.”Orang ini mengatakan, “Saya masih kuat.Tambahkanlah!”“Dua
hari setiap bulan.”Orang ini mengatakan, “Saya masih kuat.Tambahkanlah!”“Tiga
hari setiap bulan.”Orang ini tetap meminta untuk ditambahi. Sampai akhirnya
Nabi shallallohu ‘alaihi wa sallam memberikan kalimat pungkasan,
صُمْ مِنَ الحُرُمِ وَاتْرُكْ، صُمْ مِنَ الحُرُمِ وَاتْرُكْ، صُمْ
مِنَ الحُرُمِ وَاتْرُكْ
“Berpuasalah
di bulan Haram, lalu jangan puasa (kecuali ramadhan)…, Berpuasalah di bulan Haram,
lalu jangan puasa…, Berpuasalah di bulan Haram, lalu jangan puasa.” (HR.
Ahmad, Abu Daud, Al-Baihaqi dan yang lainnya. Hadits ini dinilai hasan oleh
sebagian ulama dan dinilai dhaif oleh ulama lainnya).
Bulan
haram artinya bulan yang mulia.Alloh memuliakan bulan ini dengan larangan
berperang. Bulan haram, ada empat, yaitu: Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram, dan
Rajab.
Hadits
Mujibah Al-Bahiliyah menceritakan anjuan untuk berpuasa di semua bulan Haram,
sebagaimana yang ditegaskan Ibnu Rajab.Itupun anjuran puasa ini sebagai pilihan
terakhir ketika seseorang hendak memperbanyak puasa sunnah, sebagaimana yang
disarankan oleh Rasululloh shallallohu ‘alaihi wa sallam kepada sahabat
Al-Bahili. Karena itu, terlalu jauh ketika hadits ini dijadikan dalil anjuran
puasa di bulan Rajab secara khusus, sementara untuk bulan Haram lainnya, kurang
diperhatikan. Karena praktek yang dilakukan beberapa ulama, mereka berpuasa di
seluruh bulan Haram (Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab), tidak hanya
bulan Rajab saja. Sebagaimana dinyatakan oleh Ibnu Rajab, Beberapa ulama salaf
melakukan puasa di semua bulan Haram, di antaranya: Ibnu Umar, Hasan Al-Bashri,
dan Abu Ishaq As-Subai’i. Imam Ats-Tsauri mengatakan, “Bulan-bulan Haram, lebih
aku cintai untuk dijadikan waktu berpuasa.” (Lathaiful Ma’arif, hlm. 213).
Kebiasaan
mengkhususkan puasa Rajab telah ada di zaman Umar bin khattab radhiyallohu ‘anhu.
Beberapa tabi’in yang hidup di zaman Umar bin Khattab bahkan telah
melakukannnya. Dengan demikian, kita bisa merujuk bagaimana sikap sahabat
terhadap fenomena terkait kegiatan bulan Rajab yang mereka jumpai.
Berikut
beberapa riwayat yang menyebutkan reaksi mereka terhadap puasa Rajab. Riwayat ini kami ambil dari buku
Lathaiful Ma’arif, satu buku khusus karya Ibnu Rajab, yang membahas tentang
wadzifah (amalan sunah) sepanjang masa,
Diriwayatkan
dari Umar bin Khattab radhiyallohu ‘anhu, bahwa beliau memukul telapak
tangan beberapa orang yang melakukan puasa Rajab, sampai mereka meletakkan
tangannya di makanan. Umar Khattab mengatakan, “Apa Rajab? Sesungguhnnya Rajab
adalah bulan yang dulu diagungkan masyarakat jahiliyah. Setelah islam datang,
ditinggalkan.”
Dalam
riwayat yang lain,
كرِهَ أن يَكونَ صِيامُه سُنَّة
“Beliau
benci ketika puasa rajab dijadikan sunnah (kebiasaan).” (Lathaif
Al-Ma’arif, 215).
Dalam
riwayat yang lain, tentang sahabat Abu Bakrah radhiyallohu ‘anhu, Beliau
melihat keluarganya telah membeli bejana untuk wadah air, yang mereka siapkan
untuk puasa. Abu Bakrah bertanya: ‘Puasa apa ini?’ Mereka menjawab: ‘Puasa Rajab’
Abu Bakrah menjawab, ‘Apakah kalian hendak menyamakan Rajab dengan Ramadhan?’
kemudian beliau memecah bejana-bejana itu. (Riwayat ini disebutkan oleh Ibnu
Qudamah dalam Al-Mughni 3/107, Ibn Rajab dalam Lathaif hlm. 215, Syaikhul Islam
dalam Majmu’ Fatawa 25/291, dan Al-Hafidh ibn Hajar dalam Tabyi Al-Ajab, hlm.
35)
Ibnu
Rajab juga menyebutkan beberapa riwayat lain dari beberapa sahabat lainnya,
seperti Ibnu Umar dan Ibnu Abbas, bahwa mereka membenci seseorang yang
melakukan puasa Rajab satu bulan penuh.
Sikap
mereka ini menunjukkan bahwa mereka memahami bulan Rajab bukan bulan yang
dianjurkan untuk dijadikan waktu berpuasa secara khusus. Karena kebiasaan itu,
tidak mereka alami di zaman Nabi Muhammad
shallallohu ‘alaihi wa sallam.
Kesimpulan:
Dari
keterangan di atas dapat kami simpulkan,.
1.
Tidak terdapat amalan khusus
terkait dengan bulan Rajab,
baik bentuknya shalat, puasa, zakat, maupun umrah.Mayoritas ulama menjelaskan
bahwa hadits yang menyebutkan amalan di bulan Rajab adalah hadis dhaif dan
tertolak.
2.
Tidak dijumpai dalil (hadits)
shahih maupun hasan yang menyebutkan keutamaan puasa Rajab atau
shalat sunah khusus (shalat Raghaib)
di bulan Rajab.
3.
Beberapa sahabat melarang orang
mengkhususkan puasa khusus di bulan Rajab atau melakukan puasa sebulan penuh
selama bulan Rajab.
4.
Dalil yang menyebutkan keutamaan
khusus bagi orang yang melakukan puasa Rajab adalah hadits dhaif, dan tidak
bisa dijadikan hujjah.
5.
Bagi orang yang rajin puasa,
dibolehkan untuk memperbanyak puasa di bulan Haram. . Sebagaimana dinyatakan dalam hadits
Al-Bahili. Hanya saja, hadits ini berlaku umum untuk semua puasa bulan Haram (Dzulqa’dah,
Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab ), tidak hanya KHUSUS BULAN RAJAB.. Ada sebuah riwayat,
كَانَ
النَّبِيُّ صَلَّي اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ يَنْهَى عَن صِيَامِ رَجَبٍ كُلِّهِ
، لِاَنْ لاَ يَتَّخِذَ عِيْدًا
“Adalah Nabi shallallohu ‘alaihi wa sallam melarang
berpuasa pada seluruh hari di bulan Rajab agar tidak dijadikan sebagai ‘ied
(hari raya).” (HR. ‘Abdur Razaq, hanya sampai pada
Ibnu ‘Abbas (mauquf). Dan dikeluarkan pula oleh Ibnu Majah dan Ath Thabrani
dari Ibnu ‘Abbas secara marfu’, yaitu sampai pada Nabi shallallohu ‘alaihi
wa sallam)
Demikian
jawaban yang bisa kami sampaikan. Semoga bisa mencerahkan
Wallohu
a’lam bish-shawab
Komentar
Posting Komentar